Rabu, 20 Januari 2010

Paromasan/Kubur Batu

Istilah tempayan digunakan untuk menamakan bejana bulat yang biasanya terbuat dari tanah liat. Oleh masyarakat setempat dinamakan batu sada. Kuburan batu ini bentuknya silindris, terdiri dari dua bagian yakni  bagian wadah tempat diletakan tulang belulang, dan bagian tutup. Bahan baku tempayan batu ini adalah jenis batuan tufa dan batu pasir. Seperti halnya sarkofagus, kuburan tempayan batu ini berfungsi sebagai kuburan sekunder (tempat penyimpanan sisa jenazah/kerangka). Tinggi tempayan batu ini berkisar antara 70 – 165 cm, diameter bawah, diameter tengah 130 cm -150 cm berkisar antara 40 – 50 cm.
Pembuatan tempayan batu secara umum tergolong halus dengan permukan yang rata. Kuburan batu bentuk tempayan ini banyak ditemukan tersebar di Pulau Samosir, seperti di Kecamatam Nainggolan, Simanindo, Onan Runggu, Palipi dan Kecamatan Pangururan. Dari sejumlah temuan  tempayan batu tersebut  secara umum tidak berhias, namun ada satu tempayan batu yang ditemukan di Desa Tolping, Kecamatan Simanindo, berhias antara lain berupa pola geometris bentuknya seperti embun, bentuk segitiga (tumpal), sulur-suluran dan gambar monster seperti muka binatang atau manusia. Selain itu terdapat tempayan batu yang bagian tutupnya (bagian ujung atas) bentuk kepala manusia.
Keberadaan tempayan batu ini ada yang masih berada di tempat aslinya, artinya belum berpindah dari tempat aslinya. Pada umumnya bagian wadah diletakkan  di dalam tanah yang terlihat di permukaan tanah hanya bagian tutupnya seperti terdapat di Desa Buttu Raja, Banjar Tonga-Tonga, Kecamatan Nainggolan. Sebaliknya keberadaan  tempayan batu ada yang sudah dipindahkan menjadi satu dengan bangunan simin/tambak modern. Menurut informasi, setelah kemerdekaan RI banyak tempayan batu yang semula berada di dalam tanah telah diangkat kembali oleh keluarganya digabungkan dengan bangunan tambak modern. Dari pengamatan yang kami lakukan, tempayan yang berada di daerah ini ada sekitar 10 buah dan kondisinya tidak terawat karena mereka menganggap hal itu tidak memiliki nilai apa-apa. Pemerintah setempat juga tampak tidak peduli dan tidak respek sama sekali terhadap benda tersebut.
Jika dalam waktu dekat tidak dilakukan upaya pelestarian, dapat dipastikan 2 atau 3 tahun lagi benda itu akan hilang dan hancur tak bersisa, serta akan menghilangkan situs atau benda sejarah.
Secara pribadi saya merasa sedih dengan keadaan peninggalan sejarah yang tak terawat dan terabaikan itu, saya tidak punya wewenang dan kuasa untuk melestarikan hal itu. Seandainya saja saya punya wewenang/otoritas maka saya akan memeliharanya dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ikuti Lomba Puisi Perjuangan 2019

LOMBA BACA PUISI PERJUANGAN TINGKAT UMUM SE - KOTA MEDAN DI MUSEUM NEGERI PROV. SUMATERA UTARA MEDAN, 15 AGUSTUS 2019 Dalam ...