Dijual Ikan Arwana Jenis Batik
Panjang : 35 cm
umur : 2 tahun
Jinis Ikan : Arwana Batik
Senin, 25 Januari 2010
Jumat, 22 Januari 2010
Tari Tangis-Tangis (Simalungun)
Toping-toping dan tangis tangis adalah jenis tarian tradisional dari suku Batak Simalungun yang dilaksanakan pada acara duka cita di kalangan keluarga Kerajaan. Toping-toping atau huda-huda ini terdiri dari 3 (tiga)m bagian, bagian pertama yaitu huda-huda yang dibuat dari kain dan memiliki paruh burung enggang yang menyerupai kepala burung enggang yang konon menurut cerita orang tua bahwa burung enggang inilah yang akan membawa roh yang telah meninggal untuk menghadap yang kuasa, bagian yang kedua adalah manusia memakai topeng yang disebut topeng dalahi dan topeng ini dipakai oleh kaum laki-laki dan wajah topeng juga menyerupai wajah laki-laki dan kemudia topeng daboru dan yang memakai topeng ini adalh perempuan karena topeng ini menyerupai wajah perempuan (daboru). Pada tanggal 06 s/d 08 Agustus 2009 tepatnya di Kota Perdagangan Pematang Siantar diadakan acara yang disebut dengan Pasta Rondang Bintang, acara ini dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya. Dalam acara ini digelar berbagai kegiatan seni dan budaya diantaranya berbagai jenias tari daerah Simalungun, Festival Lagu daerah, permainan tradisional (Jelengkat atau enggrang) dan Festival Toping-toping dan tangis-tangis.
Festival toping-toping dan tangis-tangis ini diadakan pada acara Pesta Rondang Bintang dengan tujuan untuk mengangkat dan mengembangkan kembali peranan toping-toping atau tangis-tangis yang biasanya dilaksanakan pada saat acara duka cita di daerah Simalungun. Pada Zaman dahulu penampilan huda-huda atau toping-toping dan tangis-tangis hanya dilaksanakan dikalangan keluarga kerajaan saja dan karena sekarang keberadaannya sudah tidak ada lagi, maka akan diaktifkan kembali dalam kehidupan sehari hari. Dari sekian lama Pesta Rondang Bintang dilaksanakan baru kali ini diadakan festival toping-toping dan tangis-tangis karena dari pengamatan dan pantauan dilapangan sudah sangat jarang dan biasanya acara ini juga dilaksanakan jika orang yang punya hajatan adalah orang yang sudah saur matua atau orang yang sudah lengkap anak, cucu dari masa tuanya.
Dengan keragaman budaya yang ada di Indonesia, tentanya kebudayaan ini sangatlah penting arti dan manfaatnya dimasa mendatang, oleh sebab itu diharapkan hendaklah kita dapat melestarikan budaya peninggalan nenek moyang kita yang diwariskan kepada kita dan anak cucu kita. Kalau ditinjau dari segi jenis tarian dan kebudayaan, tari toping-toping dan tangis-tangis ini tidak dapat kita jumpai dimanapun terkecuali di daerah Simalungun dan ini akan menjadi aset atau kekayaan budaya daerah Simalungun khususnya dan Sumatera Utara juga Indonesia pada umumnya, oleh sebab itu marilah kita menjaga dan mengembangkan kekayaan budaya yang kita miliki.
Rabu, 20 Januari 2010
RAJA SILAHISABUNGAN DAN KETURUNANNYA
Silsilah dan Sejarah Keturunan Silahisabungan (Silalahi) yang telah di amati dari berbagai sumber baik dari media cetak maupun dari berbagai narasumber (pengetua adat), bahwa Raja Silahisabungan mempunyai 2(dua) isteri.
Isteri pertama adalah Pinggan Matio boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi Nabolak dan isteri kedua adalah Milingiling boru Narasaon.
Dari Pinggan Matio, Raja Silahisabungan memiliki tujuh (7) putra dan satu (1) putri. Sedangkan dari Milingiling, Silahisabungan memiliki seorang putra. Kedelapan putra Raja Silahisabungan dan seorang putri tsb secara singkat dapat dijelaskan Seperti dibawah ini.
Dari isteri pertama lahir sbb:
1. Haloho (Loho Raja)
2. Tungkir (Nungkir Raja)
3. Rumasondi (Sondi Raja)
4. Nabutar (Butar Raja)
5. Dabariba (Bariba Raja)
6. Debang (Debang Raja)
7. Batu/Pintubatu (Batu Raja)
8. Boru Deang Namora.
2. Tungkir (Nungkir Raja)
3. Rumasondi (Sondi Raja)
4. Nabutar (Butar Raja)
5. Dabariba (Bariba Raja)
6. Debang (Debang Raja)
7. Batu/Pintubatu (Batu Raja)
8. Boru Deang Namora.
Dari isteri kedua lahir satu putra yaitu:
1. Tambun/Tambunan (Tambun Raja)
1. Haloho (Loho Raja) menikah dengan boru tulangnya Rumbani boru Padang Batanghari dan bermukim di Silalahi nabolak. Keturunannya sebagian pindah ke Paropo, Tolping, Pangururan, Parbaba. Haloho memiliki 3 putra yaitu : Sinaborno, Sinapuran, dan Sinapitu. Pada umumnya keturunannya memakai marga Sihaloho, dan hingga dewasa ini belum ada cabang marga ini.
2. Tungkir (Nungkir Raja) menikah dengan Pinggan Haomasan boru Situmorang dan bermukim juga di Silalahi Nabolak. Pasangan ini juga memiliki 3 putra yaitu : Sibagasan, Sipakpahan dan Sipangkar. Keturunannya pada umumnya memakai marga Situngkir terutama Sibagasan dan Sipakpahan, sedangkan keturunan Sipangkar sebagian besar telah memakai Sipangkar sebagai marga.
3. Rumasondi (Sondi Raja) menikah dengan Nagok boru Purba Siboro. Pasangan ini juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya yaitu Rumasingap membuka perkampungan di Paropo. Rumasondi memiliki putra sbb : Rumasondi, Rumasingap, dan Rumabolon. Umumnya keturunannya memakai marga Rumasondi dan sebagaian memakai marga Silalahi (di Balige) dan bahkan Rumasingap juga dipakai sebagai cabang marga. Demikian juga Doloksaribu, Nadapdap, Naiborhu, Sinurat, telah digunakan sebagai cabang marga dan masuk rumpun marga Rumasondi.
4. Nabutar (Butar Raja) menikah dengan Lagumora Sagala. Mereka juga tinggal di Silalahi Nabolak. Dabutar ini mempunyai tiga putra yaitu : Rumabolon, Ambuyak, dan Rumatungkup. Umumnya keturunannya memakai marga Sinabutar atau Sinamutar bahkan Sidabutar.
5. Dabariba Raja (Bariba Raja) menikah dengan Sahat Uli boru Sagala. Mereka bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya memakai marga Sidabariba atau Sinabariba. Putrranya berjumlah tiga yaitu : Sidabariba Lumbantonga, Sidabariba Lumbandolok, Sidabariba Toruan. Mereka ini pada umumnya memakai marga Sidabariba.
6. Debang (Debang Raja) menikah dengan Panamenan boru Sagala, juga bermukim di Silalahi Nabolak. Keturunannya sebagaian menyebar ke Paropo. Debang Raja mempunyai 3 putra : Parsidung, Siari dan Sitao. Umumnya keturunannya memakai marga Sidebang atau Sinabang.
7. Pintu Batu (Batu Raja) menikah dengan Bunga Pandan boru Sinaga, juga tinggal di Silalahi Nabolak. Memiliki 3 putra yaitu : Hutabalian, Lumbanpea, Sigiro. Keturunannya menggunakan marga Pintu Batu, tetapi keturunan Sigiro sebagian memakai marga Sigiro.
8. Tambun/Tambunan (Tambun Raja) adalah putra Raja Silahisabungan dari si boru Milingiling. Ketika masih remaja, Tambun meninggalkan Silalahi Nabolak menemui ibu kandungnya di Sibisa Uluan. Tambun menikah dengan Pinta Omas boru Manurung dan bermukim di Sibisa. Dari Sibisa keturunannya berserak ke Huta Silombu, Huta Tambunan dan Sigotom Pangaribuan. Putra raja Tambun berjumlah tiga orang yaitu : Tambun Mulia, Tambun Saribu, Tambun Marbun. Umumnya keturunannya memakai marga Tambun dan Tambunan, bahkan di antaranya memakai marga Baruara, Pagaraji, Ujung Sunge.
Di samping marga-marga yang disebut di atas, anak-anak Raja Silahisabungan dari isteri pertama memakai marga Silalahi. Sedangkan keturunan Tambun tetap menggunakan marga Tambun (oleh keturunan Tambun Uluan) atau Tambunan (oleh keturunan Tambun Koling).
Untuk melengkapi data diatas jika ada yang merasa perlu ditambahi dan diperbaiki, diharapkan seluruh keturunan Silahisabungan dapat memberikan masukan yang positif agar kita semua dapat mengetahui tarombo kita khususnya keturunan Silahisabungan.
Terimaksih ...!!!!!!
Paromasan/Kubur Batu
Istilah tempayan digunakan untuk menamakan bejana bulat yang biasanya terbuat dari tanah liat. Oleh masyarakat setempat dinamakan batu sada. Kuburan batu ini bentuknya silindris, terdiri dari dua bagian yakni bagian wadah tempat diletakan tulang belulang, dan bagian tutup. Bahan baku tempayan batu ini adalah jenis batuan tufa dan batu pasir. Seperti halnya sarkofagus, kuburan tempayan batu ini berfungsi sebagai kuburan sekunder (tempat penyimpanan sisa jenazah/kerangka). Tinggi tempayan batu ini berkisar antara 70 – 165 cm, diameter bawah, diameter tengah 130 cm -150 cm berkisar antara 40 – 50 cm.
Pembuatan tempayan batu secara umum tergolong halus dengan permukan yang rata. Kuburan batu bentuk tempayan ini banyak ditemukan tersebar di Pulau Samosir, seperti di Kecamatam Nainggolan, Simanindo, Onan Runggu, Palipi dan Kecamatan Pangururan. Dari sejumlah temuan tempayan batu tersebut secara umum tidak berhias, namun ada satu tempayan batu yang ditemukan di Desa Tolping, Kecamatan Simanindo, berhias antara lain berupa pola geometris bentuknya seperti embun, bentuk segitiga (tumpal), sulur-suluran dan gambar monster seperti muka binatang atau manusia. Selain itu terdapat tempayan batu yang bagian tutupnya (bagian ujung atas) bentuk kepala manusia.
Keberadaan tempayan batu ini ada yang masih berada di tempat aslinya, artinya belum berpindah dari tempat aslinya. Pada umumnya bagian wadah diletakkan di dalam tanah yang terlihat di permukaan tanah hanya bagian tutupnya seperti terdapat di Desa Buttu Raja, Banjar Tonga-Tonga, Kecamatan Nainggolan. Sebaliknya keberadaan tempayan batu ada yang sudah dipindahkan menjadi satu dengan bangunan simin/tambak modern. Menurut informasi, setelah kemerdekaan RI banyak tempayan batu yang semula berada di dalam tanah telah diangkat kembali oleh keluarganya digabungkan dengan bangunan tambak modern. Dari pengamatan yang kami lakukan, tempayan yang berada di daerah ini ada sekitar 10 buah dan kondisinya tidak terawat karena mereka menganggap hal itu tidak memiliki nilai apa-apa. Pemerintah setempat juga tampak tidak peduli dan tidak respek sama sekali terhadap benda tersebut.
Jika dalam waktu dekat tidak dilakukan upaya pelestarian, dapat dipastikan 2 atau 3 tahun lagi benda itu akan hilang dan hancur tak bersisa, serta akan menghilangkan situs atau benda sejarah.
Secara pribadi saya merasa sedih dengan keadaan peninggalan sejarah yang tak terawat dan terabaikan itu, saya tidak punya wewenang dan kuasa untuk melestarikan hal itu. Seandainya saja saya punya wewenang/otoritas maka saya akan memeliharanya dengan baik.
Upacara Horja Bius (Budaya Batak Toba)
Huta atau kampung di daerah komunitas orang Batak Toba adalah persekutuan masyarakat yang paling kecil yang dibentuk oleh marga. Mulanya mereka tinggal di kampung induk tetapi karena penduduknya terus berkembang menyebabkan terbentuk huta-huta yang baru. Untuk mengatur kepentingan bersama beberapa kampung atau huta membentuk federasi atau persekutuan yang sifatnya masih terikat satu dengan lainnya. Kumpulan huta disebut horja.
Perserikatan horja ini lebih banyak mengurus hal yang berhubungan dengan duniawi. Sedangkan urusan yang berhubungan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan mala petaka yang melanda warga seperti wabah penyakit, air bah, kekeringan, masyarakat membentuk perserikatan yang meliputi kelompok-kelompok semua marga yang ada di wilayah bencana (gabungan dari horja) disebut bius. (Siahaan ; 2005: 153-158). Pada masa lalu di Samosir pesta persembahan kurban (pesta bius) dilakukan untuk memohon kepada dewata supaya tidak terjadi musim kering berkepanjangan, tidak ada paceklik, tidak ada wabah penyakit. Pesta dilakukan berkala setiap tahun, namun setelah misi agama Kristen masuk dan berkembang di daerah ini upacara Horja Bius tidak dilakukan lagi. Pesta terakhir (pesta bius mangase taon) terakhir pada sekitar tahun 1938. (Siahaan, 2004: 165-166).
Tanggal 11 Juli 2006 di desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir dilaksanakan pagelaran budaya “Pesta budaya Horja Bius Tomok II”. Pagelaran ini menurupakan teater kolosal yang merupakan modifikasi upacara yang pernah dilakukan oleh para leluhurnya. Pada masa dahulu upacara Horja Bius Tomok bersifat sakral sebagai upacara persembahan kepada leluhur Ompung Raja Sidabutar yang telah mendirikan kampung Tomok.
Dalam Pagelaran pesta Horja Bius diadakan yang namanya Hahomion Ritual Hahomion adalah upacara yang dilakukan oleh warga masyarakat di desa Tomok, Kecamatan Simanindo yang ditujukan untuk pemujaan kepada roh leluhur dan kekuatan gaib. Maksud diadakannya Ritual Hahomion untuk memberikan sesajen/persembahan kepada kekuatan gaib dan roh leluhur warga Tomok. Mereka percaya bahwa roh leluhur masih memiliki peran dalam kehidupan keturunannya. Mereka juga percaya bahwa roh nenek moyang senantiasa memantau kehidupan sosial kemasyarakatan. Persembahan ini dimaksudkan sebagai bukti nyata dari warga untuk pengakuan akan adanya kekuatan ghaib yang mengiringi kehidupan mereka.
Tujuan ritual Hahomion untuk memohon agar roh dan kekuatan kekuatan gaib tetap memantau kehidupan warga dan memohon kepada Mulajadi Na Bolon agar senantiasa memelihara, mendatangkan kemakmuran, dan ketentraman hidup warga.
Penyelenggara Ritual Hahomion adalah warga desa Tomok pelaksananya dipilih melalui musyawarah kampung/desa. Menurut informasi yang diperoleh dari beberapa warga Tomok bahwa seseorang ditunjuk sesuai dengan keahlian dan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki untuk melaksanakan tugas dan sekaligus sebagai penanggung jawabnya. Dalam musyawarah desa ditetapkan ketua/penanggung jawab secara keseluruhan Ritual Hahomion. Dipilih juga wakil ketua dan petugas yang akan menjadi penanggung jawab dari setiap kelompok/tahapan ritual. Persiapan ritual dimulai dari pembicaraan antara pengetua adat/ kampung atau si empunya hajatan/yang akan mengadakan persembahan. Dulu ritual ini diutarakan oleh perorangan jika yang bersangkutan ingin menyampaikan keinginan atau permintaannya untuk kepentingan/hajatan pribadi/keluarga. Bila keinginan/hajatan untuk kepentingan bersama, maka dibicarakan secara musyawarah. Persiapan yang diadakan untuk upacara hahomion adalah mengumpulkan perlengkapan sesajen yakni mulai mencari bahan-bahan yang ditentukan, mengolah atau memasak sampai siap disajikan pada satu hari sebelum ritual. Persiapan mengolah/memasak bahan sesajen dilakukan pada malam hari sebelum upacara puncak ritual. Persiapan kedua adalah menyiapkan tempat ritual baik di rumah bolon maupun di halaman rumah bolon, dan di kompleks pekuburan Ompung Raja Sidabutar.
Di sekeling rumah bolon dihiasi daun kelapa muda atau janur dan meja empat segi panjang yang juga dihiasi dengan daun kelapa muda/janur. Di kompleks pekuburan Ompung Raja Sidabutar terdapat meja berbentuk segitiga yang dihiasi dengan daun kelapa muda atau janur merumbai ke bawah. Di kompleks kubur Ompung Sidabutar ini juga dihiasi dengan kain tiga warna, merah, putih dan hitam. Di sepanjang jalan antara rumah bolon dan pekuburan Ompung Sidabutar dihiasi daun kelapa muda/janur sebagai bendera/gaba-gaba. Persiapan lainnya adalah mencari/mengumpulkan daun sirih pilihan yang dipergunakan sebagai persembahan dan kelengkapan bahan upacara. Daun sirih ini sebagian juga dimakan oleh inang-inang yang akan menjunjung makanan sesajen, datu, pemasak makanan dan pemimpin upacara sebelum acara dimulai. Perlengkapan upacara berupa bahan makanan yang dimasak, dedaunan sebagai pelengkap ritual Dedaunan yang diperlukan dalam upacara ini antara lain; daun kelapa muda, daun pisang dan daun sirih. Perlengkapan bahan makanan meliputi dari hewan, ikan, tepung beras, buah-buahan diantaranya adalah:
1. Satu Ekor Kambing Putih (hambing putih) yang dimasak dan dipotong sesuai potongan sendi tulang kambing, bagian kepala, leher, dada/badan, pangkal paha bagian atas, paha bagian tengah kaki bagian depan dan belakang. Daging kambing ini dimasak dengan bumbu seperti cabe, garam, jahe, lengkuas, sere, bawang merah bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan. Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare, disajikan, disusun sesuai urutan ketika hewan ini hidup dalam pinggan pasu/piring besar dari keramik.
2. Ayam Putih Jantan (Manuk Putih Jantan/manuk mira), dipotong sesuai potongan sendi tulang ayam, potongan berupa; kepala, leher, dada, tuah/punggung, rempelo/bagian dalam perut, sayap, paha pangkal, paha bawah, kaki dan buntut dimasak dengan bumbu cabe, garam, jahe, lengkuas, sere, bawang merah, bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan. Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare disajiakan/disusun sesuai urutan ketika hewan hidup dalam pinggan pasu atau piring biasa/piring keramik putih ukuran sedang.
3. Ayam Jantan Merah Panggang (manuk mira narara pedar) dipotong sesuai potongan sendi tulang ayam, potongan berupa; kepala, leher, dada, tuah/punggung, rempelo/bagian dalam perut, sayap, paha pangkal, paha bawah, kaki, buntut, ayam dicuci dan dipanggang, darahnya dicampurkan ke bumbu dan dilumuri secara menyeluruh. Ayam ini yang memasak khusus suami dan hanya para suami yang boleh makan ayam ini nantinya bila ritual selesai. Disajikan dalam pinggan pasu dengan posisi ayam duduk.
4. Ayam Jantan (manuk faru basi bolgang). Ayam ini utuh ditujukan kepada yang sakti, ayam dipotong dibelah/dikeluarkan bagian dalam perutnya, direbus/dikukus sampai matang, sebelum direbus diberi bumbu rendang tapi tak memakai santan.
5. Sagu-sagu. Bahan kue ini dari tepung beras dimasak tanpa gula kemudian dipadatkan dibentuk menggumpal/membulat. Kueh ini dimaksudkan sebagai lambang pemberi semangat.
6. Itak Nani Hopingan, kueh dari tepung beras dicampur dengan pisang, gula putih, gula merah ditumbuk/dicetak bisa berbentuk bulat diletakkan di piring. Di atas itak nani hopingan diberi telur, bunga raya dan roddang (kembang jagung), pisang dan menge-mangeni pining (bunga pinang) Kueh ini dimaksudkan sebagai lambang minta doa restu.
7. Itak Gurgur atau Pohul-pohu. Bahan kue ini dari tepung beras, gula putih, kelapa digongseng setengah matang dicampur sampai menyatu dan dapat dibentuk, dengan menggunakan jari/genggaman.
8. Ihan Batak yakni ikan khusus dari danau toba yang dimasak utuh satu ekor dengan terlebih dahulu dibersihkan bagian perut dan diberi bumbu cabe, garam, jahe, lengkuas, serre, bawang merah bawang putih, ketumbar gonseng, merica, buah pala dan jintan. Semua bahan secukupnya dibuat seperti bumbu kare, disajikan di atas nasi kuning yang diberi bumbu di sertakan dengan pisang, itak gurgur dan bahan lainnya.
9. Anggir pangurason yakni air yang dicampur dengan jeruk purut, bunga raya dan dedaunan untuk penawar dan bahan lainnya, ditaruh dalam wadah berupa cawan putih.
10. Assimun pangalambohi adalah bahan yang terbuat dari timun dipotong panjang dimaksudkan sebagai penyegar perasaan.
11. Tanduk horbo paung yang terbuat dari pisang berukuran besar-besar seperti pisang ambon/pisang Batak yang dimaksudkan sebagai penyegar perasaan.
12. Hajut/kampil; sumpit putih diisi beras, uang pecahan (hepeng) nilai terbesar Rp.100.000,-, ditutup dengan daun sirih. Hajut ini sebagai perlambang kunci persembahan yang dibawa oleh Datu/dukun dan diletakkan di atas meja persembahan bersama bahan sajen lainnya.
13. Aek Naso ke mida matani ari (air kelapa muda ) air yang bersih dan steril. Cara penyajiannya kelapa muda dilobangi bagian atasnya, di atas lobang tersebut diletakkan jeruk purut dan bunga raya merah.
14. Perlengkapan makan sirih yaitu daun sirih, gambir, kapur, cengkeh, buah pinang dan tembakau.
15. Perlengkapan pakaian untuk semua peserta upacara adalah memakai pakaian adat Batak Toba (ulos), bagi perempuan ulos diselempangkan atau diselendangkan sebagai pengganti baju, bagi laki-laki ulos disarungkan dan diselempangkan tanpa baju. Bagi orang tertentu memakai ikat kepala menunjukkan kedudukan dalam pranata sosial. Khusus Datu memakai pakaian baju berwarna hitam yaitu melambangkan bahwa datu tersebut seolah-olah bertindak sebagai perlambang kehadiran Debata Batara Guru (salah satu dari Debata Na Tolu) yang merupakan wujud pancaran kasih Debata Mulajadi Na Bolon perihal kebijakan, sementara pada kepala memakai ikat kepala berwarna merah yakni melambangkan Debata Bata Bulan yang merupakan wujud pancaran kasih Debata Mulajadi Na Bolon perihal kekuatan.
16. Perlengkapan lainnya adalah “Dupa” tempat membakar kemenyan, yakni wadah yang diisi abu, bara api, dan ditaburkan kemenyan sedikit demi sedikit. Aroma khas kemenyan dimaksudkan untuk mengundang kehadiran mahluk gaib/kekuatan gaib untuk hadir dan menyatu dalam ritual yang dilaksanakan.
17. Pergondangan yaitu menyiapkan satu gordang (gondang besar), 5 buah topong (gondang yang ukurannya lebih kecil) 1 buah kesik (hesek-hesek) dan 2 buah ogung doal (Gong), ogung ihutan dan 1 ogung oloan panggor dan 1 buah sarune.
Upacara adat horjabius ini dilakukan untuk sekedar mengenang ritual yang dilakukan nenek moyang mereka yang terdahulu dan disamping itu mereka hendak melestarikan budaya yang mereka miliki yang juga berguna untuk menarik wisatawan kedaerah tersebut.
TB SILALAHI CENTER
Perkembangan zaman yang semakin maju sangatlah bertentangan dengan keberadaan Museum yang notabene menyimpan berbagai peninggalan sejarah yang sifatnya berlatar belakang zaman purbakala. Perkembangan zaman menuntut kita berlomba-lomba untuk membuat teknologi yang semakin canggih dan maju untuk kepentingan dan kesenangan manusia yang tentunya akan meninggalkan sejarah zaman purbakala. Dengan kesadaran yang sangat tinggi dan kecintaanya terhadap kebudayaan dan peninggalan nenek moyang yang memiliki nilai sangat tinggi maka putra daerah yang barasal dari Kabupatean Toba Samosir (bapak TB. Silalahi) mendirikan sebuah museum yang disebut dengan TB.Silalahi Center.
Bapak TB. Silalahi membuat atau mendirikan sebuah Museum dengan begitu indah dan megah yang didalamnya terdapat banyak peninggalan sejarah budaya batak dan peninggalan beliau semasa aktif di kemiliteran. Tempat ini dibangunnya untuk mengingat dan mengenang semua perjalanan hidupnya dan kecintaannya terhadap benda peninggalan orangtuanya. Lokasi TB. Silalahi Center memiliki lokasi yang sangat luas dan strategis untuk mengembangkan kebudayaan dan pariwisata di Toba Samosir. Pada lokasi ini selain terdapat gedung TB. Silalahi Center terdapat juga sebuah perkampungan batak, rumah batak, cafe, dan berbagai fasilitas lainnya. Pada perencanaan dan pengembangan berikutnya dilokasi ini akan dibangun waterboom (tempat bermain anak) dan dari lokasi ini kita juga dapat menikmati indahnya danau toba. Dengan keberadaan TB. Silalahi Center ini tentunya akan dapat meningkatkan kesadaran dan kecintaan terhadap budaya dan memiliki nilai dan kegunaan yang sangat tinggi khususnya bagi masyarakat Toba Samosir.
Senin, 18 Januari 2010
Sabtu, 16 Januari 2010
Uang Bisa Mengatur Tatanan HUKUM di INDONESIA
Kekayaan sangatlah menentukan segala sesuatunya termasuk bisa mempermankan hukum, itulah hal yang terjadi di negera kita yang tercinta ini (indonesi). Uang Bisa Mengatur Tatanan Hukum di Indonesia atau dalam Bahasa Batak HEPENG DO MANGATUR NEGARA ON, sudahlah sangat lajim diketahui seluruh masyarakat Indonesia mulai dari pelosok-pelosok desa sampai ke ibukota karena dinegara kita masih sangat mendewakan uang, jika orang yang memiliki banyak uang maka segala urusan akan lancar termasuk dalam kasus hukum.
Keberadaan hukum dinegara kita (Indonesia) masih sangat memprihatinkan dengan kata lain masih jauh dari keadilan (masih sembrawut), bagaimana tidak semua masalah yang disidangkan dipengadilan sangat tergantung kepada sipelaku, jika pelakunya orang kaya maka hukum akan berkata lain atau masih dapat ditolerasi (karena yang berkepentingan mengharapkan amplop dari terdakwa), tetapi jika sipelaku adalah orang yang susah (miskin) maka pengadilan akan langsung memasukkan sipelaku kedalam penjara. Kepada orang-orang kaya di negara ini hukum adalah merupakan hal yang tidaklah begitu ditakuti karna jika dipenjarapun maka orang kaya tersebut akan diberi fasilitas yang baik dan mewah hal ini tentunya akan membuat sipelaku sangat senang melakukan kejahatan yang nyata-nyata sangat merugikan negara.
Keberadaan hukum dinegara kita (Indonesia) masih sangat memprihatinkan dengan kata lain masih jauh dari keadilan (masih sembrawut), bagaimana tidak semua masalah yang disidangkan dipengadilan sangat tergantung kepada sipelaku, jika pelakunya orang kaya maka hukum akan berkata lain atau masih dapat ditolerasi (karena yang berkepentingan mengharapkan amplop dari terdakwa), tetapi jika sipelaku adalah orang yang susah (miskin) maka pengadilan akan langsung memasukkan sipelaku kedalam penjara. Kepada orang-orang kaya di negara ini hukum adalah merupakan hal yang tidaklah begitu ditakuti karna jika dipenjarapun maka orang kaya tersebut akan diberi fasilitas yang baik dan mewah hal ini tentunya akan membuat sipelaku sangat senang melakukan kejahatan yang nyata-nyata sangat merugikan negara.
Dari berbagai informasi yang kita lihat di media cetak maupun di televisi, bahwa para koruptor yang sangat merugikan negara diperlakukan dengan baik di penjara bahkan memiliki fasilitas kehidupan yang sangat layak di dalam penjara dan hal ini tentunya karena sipelaku memberikan uang sogok kepada Pimpinan instansi yang bersangkutan. Tidak mungkin para tahanan mendapatkan fasilitas yang mewah kalau orang yang berwenang tersebut tidak memberikan ijin atas semua itu.
Hal ini terjadi disebabkan oleh berbagai kemungkinan, mungkin saja kesejahtraan pegawai instansi tersebut yang kurang memadai sehingga dapat disuap dengan mempertaruhkan jabatannya, atau mungkin juga kwalitas SDM para atasan yang terlalu bobrok. Dari kejadian ini hendaknya pemerintah jeli dalam pembinaan SDM Pegawai Negeri dan memperhatikan kesejahtraan para pegawai agar tidak sembarangan mempermainkan tugasnya dan sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya.
Rumah Tradisional Simalungun
Rumah Tradisional Simalungun
Bangunan Rumah Bolon pematang Purba ini bekas istana Raja, terdiri dari dua bagian . Bagian depaan disebut Lopou berukuran 12 m x 8,5 m. Dipakai tempat tinggal Raja dan tamu-tamunya. Bagian belakang dipakai untuk isterinya yang berjumlah 12 orang dan anak-anaknya. Rumah Bolon ini menghadap ke timur berdiri di atas umpak batu. Diatas umpak batu terdapat gelondongan kayu yang disusun secara horizontal. Jumlah gelondongan kayu 10 buah disebut halang/galang. Bagian dinding dihiasi motif sulepat (garis-garis siku saling berkaitan dikombinasi dengan hiasan bunga. Rumah ini tidak mempunyai jendela, tetapi dibuat berjeruji.
Terdapat pintu masuk dari depan dan belakang, akan tetapi tangga naiknya ada di bagian depan dengan tangga kayu dan terdapat pegangan yang terbuat dari rotan disebut Hotang Bulo.
Di tiang kiri dan kanan pintu masuk terdapat hiasan bohi-bohi (bentuk muka manusia yang menyeramkan). Di bagian dinding terdapat hiasan berupa cecak yang terbuat dari cat (dulu terbuat dari jalinan ijuk).
Atap rumah terbuat dari ijuk, di ujung bagian depan dan belakang terdapat bentuk menyerupai kepala kerbau. Kepalanya dari ijuk tapi tanduknya asli tanduk kerbau, menurut kepercayaan kepala kerbau ini sebagai lambang kebesaran, keberanian dan kebenaran serta penangkal roh jahat.
Di ruang dalam Rumah Bolon bagian depan disebut Lopou dipakai Raja dan tamunya. Di ruang ini terdapat dua buah gon, di kiri dan kanan pintu masuk terdapat para-para tempat menyimpan senjata.. Di kanan kiri pintu masuk terdapat tungku yang diatasnya terdapat Parasanding (tempat menyimpan bumbu dan alat dapur. Di sudut kiri belakang terdapat kamar tidur Raja. Di tengah ruang terdapat tiang tempat meletakkan tanduk kerbau sebagi tanda penabalan Raja yang jumlahnya 13 tanduk sesuai jumlah raja di pematang purba.
Bagian belakang Rumah Bolon berfungsi sebagi tempat tinggal Isteri raja dan ruang ini tidak mempunyai sekat. Masing-masing menempai sisi kiri dan kanan dan masing-masing mempunyai tungku dan didalam rumah ini masih banyak terdapat berbagai peninggalan sejah berupa benda-benda alat rumah tangga, peti mati, benda pusaka dll.
Bangunan Rumah Bolon pematang Purba ini bekas istana Raja, terdiri dari dua bagian . Bagian depaan disebut Lopou berukuran 12 m x 8,5 m. Dipakai tempat tinggal Raja dan tamu-tamunya. Bagian belakang dipakai untuk isterinya yang berjumlah 12 orang dan anak-anaknya. Rumah Bolon ini menghadap ke timur berdiri di atas umpak batu. Diatas umpak batu terdapat gelondongan kayu yang disusun secara horizontal. Jumlah gelondongan kayu 10 buah disebut halang/galang. Bagian dinding dihiasi motif sulepat (garis-garis siku saling berkaitan dikombinasi dengan hiasan bunga. Rumah ini tidak mempunyai jendela, tetapi dibuat berjeruji.
Terdapat pintu masuk dari depan dan belakang, akan tetapi tangga naiknya ada di bagian depan dengan tangga kayu dan terdapat pegangan yang terbuat dari rotan disebut Hotang Bulo.
Di tiang kiri dan kanan pintu masuk terdapat hiasan bohi-bohi (bentuk muka manusia yang menyeramkan). Di bagian dinding terdapat hiasan berupa cecak yang terbuat dari cat (dulu terbuat dari jalinan ijuk).
Atap rumah terbuat dari ijuk, di ujung bagian depan dan belakang terdapat bentuk menyerupai kepala kerbau. Kepalanya dari ijuk tapi tanduknya asli tanduk kerbau, menurut kepercayaan kepala kerbau ini sebagai lambang kebesaran, keberanian dan kebenaran serta penangkal roh jahat.
Di ruang dalam Rumah Bolon bagian depan disebut Lopou dipakai Raja dan tamunya. Di ruang ini terdapat dua buah gon, di kiri dan kanan pintu masuk terdapat para-para tempat menyimpan senjata.. Di kanan kiri pintu masuk terdapat tungku yang diatasnya terdapat Parasanding (tempat menyimpan bumbu dan alat dapur. Di sudut kiri belakang terdapat kamar tidur Raja. Di tengah ruang terdapat tiang tempat meletakkan tanduk kerbau sebagi tanda penabalan Raja yang jumlahnya 13 tanduk sesuai jumlah raja di pematang purba.
Bagian belakang Rumah Bolon berfungsi sebagi tempat tinggal Isteri raja dan ruang ini tidak mempunyai sekat. Masing-masing menempai sisi kiri dan kanan dan masing-masing mempunyai tungku dan didalam rumah ini masih banyak terdapat berbagai peninggalan sejah berupa benda-benda alat rumah tangga, peti mati, benda pusaka dll.
Kamis, 14 Januari 2010
Pahlawan Nasional Sumatera Utara
RAJA SISINGAMANGARAJA XII
Berdasarkan Keputusan Presiden No 590 tahun 1961
(Sumber Yayasan Museum Pers).
Lahir tahun 1845 di Bakara, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Berdasarkan Keputusan Presiden No 590 tahun 1961
(Sumber Yayasan Museum Pers).
Lahir tahun 1845 di Bakara, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Perjuangan yang dipimpin oleh Raja SisingamangarajaXII melawan penjajah Belanda di Tanah Batak berlangsung tahun 1877 – 1907 sehingga terkenal dengan “Perang Batak”. Ketika pasukan Belanda menyerang ke arah Bakara dan Balige, semuanya bisa dihempang, namun Belanda terus mengerahkan seluruh kekuatannya. Tanggal 12 Agustus 1883 Bakkara tempat Istana dan Markas Besar Raja Sisingamangaraja XII berhasil direbut oleh Belanda. Raja Sisingamangaraja XII beserta pasukannya yang setia mengundurkan diri ke daerah Dairi namun perlawanan terus berkobar, walaupun banyak korban berjatuhan. Tahun 1907 di tepi sungai Aek Sibubulon, desa Onom Hudon, perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Dairi Raja Sisingamangaraja XII dan putrinya Lopian gugur tertembak oleh pasukan Belanda pimpinan Christoffel. Sebagai penghormatan kepada raja Sisingamangaraja XII dibangun Tugu Makam Raja Sisingamangaraja XII di Balige.
Dr. Ferdinan Lumban Tobing
Berdasarkan Kepres No 361 tahun 1962
(Sumber dari yayasan Museum Pers)
Lahir di desa Sibuluan, Sibolga, Tanggal 19 Pebruari 1899
Sebagai mahasiswa STOVIA, F.L. Tobing aktif dalam Gerakan Kebangsaan, dan aktif di dalam Perkumpulan Jong Batak, Jong Sumatera bersama dengan Moh. Yamin. Pada awal kemerdekaan beliau diangkat menjadi Residen Tapanuli dan kemudian diangkat sebagai Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur bagian selatan. Pada Agresi Belanda II tahun 1948 Sibolga diduduki oleh Belanda, maka Dr F.L. Tobing menyingkir ke Rimba. Agar keberadaannya tidak terlacak oleh Belanda, beliau berpindah-pindah. Peristiwa yang menggemparkan terjadi tanggal 24 Mei 1949 penghadangan terhadap konvoi Belanda dari Sibolga menuju Tarutung. Pada peristiwa tersebut jenderal Spoor tewas, akibatnya Pemerintah Belanda mengerahkan pasukan besar-sesaran untuk menagkap F.L. Tobing, Kawilarang dan Mayor Maraden Panggabean, namun usaha tersebut gagal. Setelah pengakuan kedaulatan DR. F.L.Tobing diangkat menjadi Menteri Penerangan, Menteri Urusan Hubungan Daerah, Menteri Urusan Transmigrasi. Tanggal 2 Oktober 1962 Dr. F.L. Tobing meninggal dunia dan dimakamkan di Sibolga
TENGKU AMIR HAMZAH
Berdasarkan Keputusan Presiden No 20 tahun 1973
(Sumber Yayasan Museum Pers)
Tengku Amir Hanzah lahir di Tanjung Pura 28 Pebruari 1911, dari kalangan bangsawan Melayu Kesultanan Langkat. Beliau menempuh pendidikan di MULO Jakarta, dan sekolah menengah Atas (AMS) di Solo tahun 1928. Di kota Solo Tengku Amir Hamzah aktif dalam Pergerakan Kebangsaan menuju Indonesia merdeka. Ketika itu gerakan kebangsaan masih bersifat kedaerahan seperti Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Sumatra dan lain sebagainya. Ketika Kongres Pemuda Indonesia Muda pertama di Solo tanggal 29 Desember 1930 beliau terpilih sebagai ketua delegasi daerah Solo. Beliau melanjutkan pendidikannya di Jakarta, disamping sekolah beliau bekerja, aktif menulis artikel di majalah dan aktif dalam kegiatan organisasi Pergerakan Indonesia Merdeka bersama dengan Pemimpin Pergerakan Nasional dianataranya Bung Karno. Untuk segala aktifitasnya pemerintah Belanda memberi peringatan keras kepada Sultan Mahmud sebagai kesultanan kerajaan Langkat agar Tengku Amir Hamzah dipanggil pulang ke Langkat. Pada masa revolusi sosial tahun 1946 di Sumatera Timur, beliau dituduh sebagai kaum feodal, pengkhianat dan kaki tangan Belanda, beliau dibunuh secara kejam dengan hukum pancung tanggal 20 Maret 1946 di Kuala Begumit, Langkat. Makam beliau berada di lingkungan Masjid Azizi, langkat. Setelah 27 tahun kemudian Pemerintah mengkaji ulang perjuangan Tengku Amir Hamzah, maka pada tahun 1973 namanya dipulihkan dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
H. ADAM MALIK
Berdasarkan Keputusan Presiden No 107 tahun 1998
(Sumber dari Yayasan Museum Pers)
Lahir di Pematang Siantar 22 Juli 1917.
Sejak masih remaja Adam Malik telah mengorganisasikan teman-teman sebayanya untuk ikut dalam kegiatan politik di Pematang Siantar. Adam Malik rajin membaca dan ada semboyannya ”membaca buku adalah teman waktu suka dan duka”. Dengan rajin membaca adam Malik telah mampu menulis di Surat Kabar ”Pewarta Deli” pimpinan Adinegoro. Dalam usianya yang relatif muda Adam Malik telah menjadi Ketua Partai Indonesia di Pematang Siantar. Dalam usianya 18 tahun Adam Malik pergi ke Batavia, dan menjadi penjual buku. Pada waktu Belanda melakukan razia terhadap orang-orang Pergerakan, Adam Malik ikut terjaring sehingga turut dalam penjara selama 1 tahun. Selama dalam penjara Adam Malik selalu membahas mengenai gerakan kemerdekaan diantaranya dengan Pandu Kartawirana. Adam Malik juga salah seorang yang ikut mendirikan Kantor Berita Nasional pada tahun 1937. Dengan melakukan pendekatan dengan Jepang Kantor Berita Antara berhasil menjadi seksi Indonesia Radio ”Domei” Jepang. Adam Malik dan teman-temannya berhasil memonitor situasi perang Asia Timur Raya, dan Adam Malik orang pertama yang mendengar Jepang menyerah kalah setelah Hirosima dan Nagasaki dijatuhi Bom. Setelah Indonesia merdeka, Adam Malik dipercaya sebagai Duta besar, menteri Koordinator, Menteri Luar negeri, Ketua Sidang umum ke 26 PBB, Ketua DPR/MPR dan Wakil Presiden RI.
ABDUL HARIS NASUTION (Berdasarkan Keputusan Presiden No 073 Tahun 2002)
Abdul Haris Nasution seorang Jenderal senior yang selamat dari rencana pembunuhan oleh gerakan 30 September PKI, namun ajudannya bernama Tendean dan anaknya Adik Irma Suryani gugur akibat kekejaman PKI. Tahun 1932 Abdul Haris Nasution meninggalkan kampung halamannya untuk bersekolah di ”Sekolah Raja” di Bukit. Selesai menamatkan pendidikan AMS, Abdul Haris Nasution bekerja sebagai guru di Bengkulu dan berkenalan dengan Bung Karno dan aktif dalam gerakan kemerdekaan. Abdul Haris Nasution memasuki Akademi Militer Belanda, dan menjadi pemimpin Organisasi Pemuda di Bandung. Dengan bekal pendidikan militer di zaman Belanda dan Jepang, Abdul Haris Nasution mulai pengabdiannya sebagai tentara untuk mempertahanakan kemerdekaan. Ketika bertugas di Yogyakarta untuk pertama kalinya Kolonel Abdul haris nasution ikut dalam kegiatan Garis komando yang bersifat nasional. Pernah menduduki Jabatan sebagai Wakil Panglima Besar, Kepala Staf Operasi Markas besar Angkatan perang Panglima Komando Jawa dalam menghadapi agresi I dan pemberontakan PKI di Madiun serta menghadapi Agresi Militer Belanda ke II. Jabatan terakhir yang diembannya adalah Menko Hankam, Wakil Pangllima Besar, Ketua MPRS di masa Orde Lama. Abdul Haris Nasution sangat berperan dalam kebangkitan angkatan 66.
KIRAS BANGUN (GARAMATA)
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 082 tahun 2005
(Sumber dari yayasan Museum pers)
Kiras Bangun lahir di Kampung Karang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo Tahun 1852. Perjuangan Kiras Bangun melawan penjajah Belanda di Tanah Karo, dikenal dengan nama ”Pasukan Urung”. Tahun 1902 Pasukan Kiras Bangun menyerang Belanda di Kabanjahe dan menyusul tahun 1903 terjadi pertarungan yang seru di daerah Batu Karang. Belanda cukup kewalahan menghadapi ”Pasukan Urung’. Di Lingga Julu, Pasukan Urung membuat benteng pertahanan untuk Belanda. Benteng pertahanan berupa parit digali sedalam satu meter panjang dan berbentuk zigzag. Di depan paret dipasang ranjau bambu runcing yang ditutup semak-semak daun-daun dan kayu menghadap ke arah kedatangan Belanda. Banyak pasukan Belanda yang terkena ranjau tradisional tersebut ketika hendak menyerang Pasukan Urung. Tahun 1905 Belanda menawarkan perdamaian dengan catatan Belanda tidak menuntut Kiras bangun dan pengikutnya. Setelah Kiras bangun keluar dari persembunyiannya, beliau ditangkap dan mengasingkannya ke Perladangan Riung, kampung Sidamanik sampai tahun 1909. Kiras Bangun meninggal dunia tanggal 27 Oktober tahun 1942, dikuburkan di pekuburan umum Batu Karang.
DR. Mr. TEUKU MOEHAMMAD HASAN
Berdasarkan keputusan presiden No 072 Tahun 2006
DR. Mr. Teuku Moehammad Hasan lahir di Sigli. Melanjutkan pendidikan ke Batavia dan tamat MULO di Bandung. Setelah Sarjana Hukum di fakultas Hukum di Batavia, tahun 1931 melanjutkan pendidikannya ke Negeri Belanda. Selama di Negeri Belanda T. Moeh. Hasan turut dalam gerakan pelajar Indonesia bersama Bung Hatta dan lain-lain. Selesai pendidikannya di Fakultas Hukum di Negeri Belanda tahun 1933 Mr. T.M. Hasan “dimagangkan” di salah satu departemen di Batavia. Tahun 1938 T.M. Hasan ditugaskan ke Medan pada Kantor Gouvenur van Sumatera. Mr. T.M. Hasan adalah seorang tokoh yang ikut sebagai annggota persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada awal masa kemerdekaan Mr. T.M. Hasan diangkat sebagai wakil pemerintah Pusat untuk Sumatera dan kemudian diangkat menjadi Gubernur Sumatera terhitung tanggal 29 September 1945. Bulan April 1947 Mr. T.M. Hasan memekarkan Sumatera menjadi tiga Propinsi yakni Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Propinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara membawahi tiga Karesidenan Tapanuli, Sumatera Timur dan Karesidenan Aceh. Setelah Belanda melancarkan agresi militer ke II tanggal 18 Desember 1948 dan terbentuk Pemerintah Darurat RI di Sumatera ketuanya adalah Syafuddin Prawira Negara dan Mr. T.M. Hasan sebagai wakilnya, merangkap Menteri Pendidikan, Menteri dalam Negeri dan Menteri Agama.
TENGKU AMIR HAMZAH
Berdasarkan Keputusan Presiden No 20 tahun 1973
(Sumber Yayasan Museum Pers)
H. ADAM MALIK
Berdasarkan Keputusan Presiden No 107 tahun 1998
(Sumber dari Yayasan Museum Pers)
Lahir di Pematang Siantar 22 Juli 1917.
Sejak masih remaja Adam Malik telah mengorganisasikan teman-teman sebayanya untuk ikut dalam kegiatan politik di Pematang Siantar. Adam Malik rajin membaca dan ada semboyannya ”membaca buku adalah teman waktu suka dan duka”. Dengan rajin membaca adam Malik telah mampu menulis di Surat Kabar ”Pewarta Deli” pimpinan Adinegoro. Dalam usianya yang relatif muda Adam Malik telah menjadi Ketua Partai Indonesia di Pematang Siantar. Dalam usianya 18 tahun Adam Malik pergi ke Batavia, dan menjadi penjual buku. Pada waktu Belanda melakukan razia terhadap orang-orang Pergerakan, Adam Malik ikut terjaring sehingga turut dalam penjara selama 1 tahun. Selama dalam penjara Adam Malik selalu membahas mengenai gerakan kemerdekaan diantaranya dengan Pandu Kartawirana. Adam Malik juga salah seorang yang ikut mendirikan Kantor Berita Nasional pada tahun 1937. Dengan melakukan pendekatan dengan Jepang Kantor Berita Antara berhasil menjadi seksi Indonesia Radio ”Domei” Jepang. Adam Malik dan teman-temannya berhasil memonitor situasi perang Asia Timur Raya, dan Adam Malik orang pertama yang mendengar Jepang menyerah kalah setelah Hirosima dan Nagasaki dijatuhi Bom.
ABDUL HARIS NASUTION
Abdul Haris Nasution seorang Jenderal senior yang selamat dari rencana pembunuhan oleh gerakan 30 September PKI, namun ajudannya bernama Tendean dan anaknya Adik Irma Suryani gugur akibat kekejaman PKI. Tahun 1932 Abdul Haris Nasution meninggalkan kampung halamannya untuk bersekolah di ”Sekolah Raja” di Bukit. Selesai menamatkan pendidikan AMS, Abdul Haris Nasution bekerja sebagai guru di Bengkulu dan berkenalan dengan Bung Karno dan aktif dalam gerakan kemerdekaan. Abdul Haris Nasution memasuki Akademi Militer Belanda, dan menjadi pemimpin Organisasi Pemuda di Bandung. Dengan bekal pendidikan militer di zaman Belanda dan Jepang, Abdul Haris Nasution mulai pengabdiannya sebagai tentara untuk mempertahanakan kemerdekaan. Ketika bertugas di Yogyakarta untuk pertama kalinya Kolonel Abdul haris nasution ikut dalam kegiatan Garis komando yang bersifat nasional. Pernah menduduki Jabatan sebagai Wakil Panglima Besar, Kepala Staf Operasi Markas besar Angkatan perang Panglima Komando Jawa dalam menghadapi agresi I dan pemberontakan PKI di Madiun serta menghadapi Agresi Militer Belanda ke II.
KIRAS BANGUN (GARAMATA)
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 082 tahun 2005
(Sumber dari yayasan Museum pers)
Kiras Bangun lahir di Kampung Karang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo Tahun 1852.
DR. Mr. TEUKU MOEHAMMAD HASAN
Berdasarkan keputusan presiden No 072 Tahun 2006
DR. Mr. Teuku Moehammad Hasan lahir di Sigli. Melanjutkan pendidikan ke Batavia dan tamat MULO di Bandung. Setelah Sarjana Hukum di fakultas Hukum di Batavia, tahun 1931 melanjutkan pendidikannya ke Negeri Belanda. Selama di Negeri Belanda T. Moeh. Hasan turut dalam gerakan pelajar Indonesia bersama Bung Hatta dan lain-lain. Selesai pendidikannya di Fakultas Hukum di Negeri Belanda tahun 1933 Mr. T.M. Hasan “dimagangkan” di salah satu departemen di Batavia. Tahun 1938 T.M. Hasan ditugaskan ke Medan pada Kantor Gouvenur van Sumatera. Mr. T.M. Hasan adalah seorang tokoh yang ikut sebagai annggota persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada awal masa kemerdekaan Mr. T.M. Hasan diangkat sebagai wakil pemerintah Pusat untuk Sumatera dan kemudian diangkat menjadi Gubernur Sumatera terhitung tanggal 29 September 1945. Bulan April 1947 Mr. T.M. Hasan memekarkan Sumatera menjadi tiga Propinsi yakni Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Propinsi Sumatera Utara. Sumatera Utara membawahi tiga Karesidenan Tapanuli, Sumatera Timur dan Karesidenan Aceh. Setelah Belanda melancarkan agresi militer ke II tanggal 18 Desember 1948 dan terbentuk Pemerintah Darurat RI di Sumatera ketuanya adalah Syafuddin Prawira Negara dan Mr. T.M. Hasan sebagai wakilnya, merangkap Menteri Pendidikan, Menteri dalam Negeri dan Menteri Agama.
Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara
PENGERTIAN MUSEUM
Pengertian Museum dipertegas dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1995 tentang pemeliharaan dan pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum sebagai berikut :
Museum adalah sebuah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kebudayaan bangsa.
Dengan berdasarkan defenisi tersebut, jelas bahwa Museum adalah institusi yang permanen, merawat dan mengelola koleksi secara sistematik untuk keperluan budaya, pendidikan dan keilmuan yang bersifat publik, bukan merupakan badan usaha yang diharapkan dapat mendatangkan keuntungan materi, melainkan sebagai suatu badan tetap yang bersifat sosial serta sebagai tempat pendidikan non formal dan sebagai salah satu objek wisata.
Sejarah Bangunan
Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara diresmikan tanggal 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan DR. Daoed Yosoef, namun peletakan koleksi pertama dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pertama Ir Sorkarno tahun 1954, berupa Makara, oleh karena itu Museum ini terkenal dengan nama Gedung Arca. Makara adalah patung batu bentuknya seperti perpaduan bentuk kepala binatang air dan gajah, di tengah mulutnya terdapat relief manusia berdiri. Dalam mitologi Hindu, arca ini dianggap sebagai tunggangan Dewi Gangga, sedangkan dalam bangunan suci (candi) arca ini diletakkan di kiri kanan bangunan candi yang berfungsi sebagai penolak bala.
Bangunan
Ruang Lobby
Masih ada anggapan dari sebagian masyarakat bahwa museum adalah tempat penyimpanan benda-benda yang sudah berusia tua atau rongsokan, gelap dan kotor. Anggapan yang demikian tidaklah benar, karena benda-benda yang tersimpan di Museum pasti mempunyai nilai yang berguna bagi kepentingan ilmu pengetahuan maupun budaya. Jika berpedoman terhadap defenisi museum secara internasional yang telah disepakati dan dirumuskan bersama dalam kongres ICOM (The International Council Of Museum) tahun 1974 di Kopenhagen, maka defenisi museum adalah sebagai berikut :
Museum adalah sebuah lembaga (badan) yang tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat, perkembangannya terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, meneliti dan menyajikan untuk kepentingan studi (pendidikan), kesenangan, barang-barang atau benda pembuktian material manusia dan lingkungannya.
Pengertian Museum dipertegas dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1995 tentang pemeliharaan dan pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum sebagai berikut :
Museum adalah sebuah lembaga tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda bukti material hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kebudayaan bangsa.
Dengan berdasarkan defenisi tersebut, jelas bahwa Museum adalah institusi yang permanen, merawat dan mengelola koleksi secara sistematik untuk keperluan budaya, pendidikan dan keilmuan yang bersifat publik, bukan merupakan badan usaha yang diharapkan dapat mendatangkan keuntungan materi, melainkan sebagai suatu badan tetap yang bersifat sosial serta sebagai tempat pendidikan non formal dan sebagai salah satu objek wisata.
Sejarah Bangunan
Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara diresmikan tanggal 19 April 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan DR. Daoed Yosoef, namun peletakan koleksi pertama dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia pertama Ir Sorkarno tahun 1954, berupa Makara, oleh karena itu Museum ini terkenal dengan nama Gedung Arca. Makara adalah patung batu bentuknya seperti perpaduan bentuk kepala binatang air dan gajah, di tengah mulutnya terdapat relief manusia berdiri. Dalam mitologi Hindu, arca ini dianggap sebagai tunggangan Dewi Gangga, sedangkan dalam bangunan suci (candi) arca ini diletakkan di kiri kanan bangunan candi yang berfungsi sebagai penolak bala.
Bangunan
Bangunan museum berdiri di atas lahan 10.468 m2, sedangkan bangunanya terdiri dari bangunan induk dua lantai yang dipergunakan untuk tata pameran tetap, ruang pameran temporer, ruang Audio visual/ceramah, ruang kepala museum, tata usaha, ruang seksi bimbingan, perpustakaan, ruang micro film, ruang komputer, serta storage.
Secara aritektur bentuk bangunan induk museum ini menggambarkan rumah tradisional daerah Sumatera Utara. Pada bagian atap depan dipenuhi dengan ornamen dari etnis Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pak-Pak dan Nias.
Pada dinding depan di kiri kanan pintu masuk museum terdapat ornamen yang menggambarkan potensi sejarah budaya Sumatera Utara, pahlawan nasional seperti Raja Sisingamangaraja XII, komponis lagu Jaga Depari, Lili Suheri, Sastrawan T. Amir hamzah, pencipta lagu Nahum Situmorang dan tokoh pendidik Willem Iskandar.
Bangunan lain diluar bangunan induk adalah bangunan untuk ruang seksi koleksi, ruang seksi konservasi dan preparasi, laboratorium, mess, tempat penjualan tiket masuk, benda-benda pos dan pos jagaRuang Lobby
Ruang Pithecantropus
Ruang Megalitik
Ruang Hindu Buddha
Ruang Islam
Ruang Sejarah Perjuangan
Ruang Gubernur
Senin, 11 Januari 2010
Rumah Tradisional Simalungun
Rumah Tradisional Simalungun
Rumah adat Simalungun |
Bangunan Rumah Bolon pematang Purba ini bekas istana Raja, terdiri dari dua bagian . Bagian depaan disebut Lopou berukuran 12 m x 8,5 m. Dipakai tempat tinggal Raja dan tamu-tamunya. Bagian belakang dipakai untuk isterinya yang berjumlah 12 orang dan anak-anaknya. Rumah Bolon ini menghadap ke timur berdiri di atas umpak batu. Diatas umpak batu terdapat gelondongan kayu yang disusun secara horizontal. Jumlah gelondongan kayu 10 buah disebut halang/galang. Bagian dinding dihiasi motif sulepat (garis-garis siku saling berkaitan dikombinasi dengan hiasan bunga. Rumah ini tidak mempunyai jendela, tetapi dibuat berjeruji.
Terdapat pintu masuk dari depan dan belakang, akan tetapi tangga naiknya ada di bagian depan dengan tangga kayu dan terdapat pegangan yang terbuat dari rotan disebut Hotang Bulo.
Di tiang kiri dan kanan pintu masuk terdapat hiasan bohi-bohi (bentuk muka manusia yang menyeramkan). Di bagian dinding terdapat hiasan berupa cecak yang terbuat dari cat (dulu terbuat dari jalinan ijuk).
Tanggal naik ke rumah |
Atap rumah terbuat dari ijuk, di ujung bagian depan dan belakang terdapat bentuk menyerupai kepala kerbau. Kepalanya dari ijuk tapi tanduknya asli tanduk kerbau, menurut kepercayaan kepala kerbau ini sebagai lambang kebesaran, keberanian dan kebenaran serta penangkal roh jahat.
Di ruang dalam Rumah Bolon bagian depan disebut Lopou dipakai Raja dan tamunya. Di ruang ini terdapat dua buah gon, di kiri dan kanan pintu masuk terdapat para-para tempat menyimpan senjata.. Di kanan kiri pintu masuk terdapat tungku yang diatasnya terdapat Parasanding (tempat menyimpan bumbu dan alat dapur. Di sudut kiri belakang terdapat kamar tidur Raja. Di tengah ruang terdapat tiang tempat meletakkan tanduk kerbau sebagi tanda penabalan Raja yang jumlahnya 13 tanduk sesuai jumlah raja di pematang purba.
Bagian belakang Rumah Bolon berfungsi sebagi tempat tinggal Isteri raja dan ruang ini tidak mempunyai sekat. Masing-masing menempai sisi kiri dan kanan dan masing-masing mempunyai tungku dan didalam rumah ini masih banyak terdapat berbagai peninggalan sejah berupa benda-benda alat rumah tangga, peti mati, benda pusaka dll.
Langganan:
Postingan (Atom)
Ikuti Lomba Puisi Perjuangan 2019
LOMBA BACA PUISI PERJUANGAN TINGKAT UMUM SE - KOTA MEDAN DI MUSEUM NEGERI PROV. SUMATERA UTARA MEDAN, 15 AGUSTUS 2019 Dalam ...
-
Tambak/Simin (Kuburan) Pada Suku Batak Toba Pembangunan tambak pada masyarakat Batak Toba sudah dilakukan sejak lama sebelum masuk da...
-
Rumah Tradisional Simalungun Rumah adat Simalungun Bangunan Rumah Bolon pematang Purba in...